Selasa, 18 Agustus 2009

MUTU YOGHURT SUSU SAPI PADA BERBAGAI PERSENTASE PENAMBAHAN STARTER

ABUBAKAR 1) dan E. PURWANTI 2)
1) Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor,
2) Dinas Peternakan DKI Jakarta
Email: abu.028@gmail.com

ABSTRAK
Yoghurt merupakan salah satu hasil teknologi pengolahan susu yang mempunyai nilai gizi tinggi dan sangat baik dikonsumsi bagi penderita lactose intolerance. Pembuatan yoghurt sangat bervariasi namun tujuannya adalah menghilangkan bakteri patogen dan mengurangi kadar air serta proses pengolahannya harus hiegenis agar diperoleh produk berkualitas baik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mutu yoghurt pada berbagai pemberian persentase starter berbeda. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal dengan lima perlakuan yaitu; A1= Starter Streptococcuc thermophilus (ST) dan Lactobacillus bulgaricus (LB)=(1:1), A2=(ST:LB)=(1/2:1), A3=(ST:LB)=(1:1/2), A4=(ST:LB)=(1:0) dan A5=(ST:LB)=(0:1) dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi, kadar asam laktat, pH dan uji organoleptik (rasa, aroma, warna dan tekstur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan starter Streptococcuc thermophilus (ST) dan Lactobacillus bulgaricus (LB)=(1:1) menghasilkan yoghurt dengan keasaman dan pH yang baik serta rasa, aroma, warna dan tekstur yang disukai panelis sedangkan perbandingan (ST:LB)=(1:1/2) menghasil kan yoghurt dengan kadar asam laktat lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain, sehingga disarankan pada pembuatan yoghurt susu sapi dengan perbandingan (ST:LB)=(1:1) sebanyak 3%, karena diperoleh keasaman dan pH terbaik serta mutu organoleptik yang disukai panelis.
Kata kunci: Persentase starter, mutu yoghurt, susu sapi

QUALITY OF YOGHURT COW MILK VARIOUS PERCENTAGE OF ADDITION OF STARTER
Abstract. Yoghurt is one of technological result processing of milk having value of nutritious.very good and high consumed for patient of intolerance lactose. Making of yoghurt highly varied but the target of him to eliminate bacterium of patogen and lessen rate irrigate and also process the processing of having to hiegenis so that obtained good product with quality. this Research target to know quality of yoghurt at various gift of percentage of starter differ. Device the used is Complete Random Device of single factor by 5 treatment that is: A1= Starter of Streptococcuc thermophilus ( ST) and of Lactobacillus bulgaricus (LB)= (1:1), A2= (ST:LB)=(1/2:1), A3= (ST:LB)=(1:1 / 2), A4=(ST:LB)=(1:0) and A5=(ST:LB)= (0:1) by 3 replication. Parameter perceived to cover, acid contents of lactat, test and pH of organoleptic ( feel, flavour, and colour of tecstur). Result of research indicate that comparison of starter of Streptococcuc thermophilus (ST) and of Lactobacillus bulgaricus (LB)=(1:1) yield yoghurt with and acidity of pH the goodness and also feel, flavour, and colour of tecstur took a fancy to panelist while comparison (ST:LB)= (1:1/2) yielding yoghurt with acid contents of lactat compared to higher of other treatment, is so that suggested at making of cow milk yoghurt with comparison (ST:LB) = (1:1) counted 3%, because obtained by and acidity of pH best and also quality of organoleptic took a fancy to panelist.

Keyword: Percentage of starter, quality of yoghurt, cow milk.
PENENTUAN CRITICAL CONTROL POINTS (CCP) DAN CONTROL POINTS (CP) PADA PROSES PEMBUATAN MI BASAH DARI TEPUNG UBI JALAR DENGAN CAMPURAN PATI UBI KAYU

ABUBAKAR dan WIDANINGRUM

Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor
Email: abu.028@gmail.com

ABSTRAK
Terigu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan produk-produk makanan yang membutuhkan kekuatan struktur, tekstur, dan kekenyalan seperti pada mi, roti, biskuit, dan produk lain yang membutuhkan pengembangan. Terigu mengandung protein gluten yang menyebabkan produk yang dihasilkan nya memiliki struktur yang kuat serta kekenyalannya tak dapat diragukan lagi. Namun terigu sampai saat ini merupakan bahan baku impor yang harus senantiasa didatangkan dari luar negeri sehingga harganya semakin hari semakin meningkat karena mengikuti kurs dollar. Di Indonesia, salah satu sumber bahan pangan lokal yang dapat dijadikan alternatif sumber karbohidrat pengganti terigu adalah ubi-ubian, dua diantaranya yaitu ubi jalar dan ubi kayu. Ubi jalar yang diproses menjadi tepung dapat dijadikan bahan baku pembuatan mi, baik mi basah maupun mi kering. Sebagai bahan pembantu digunakan pati ubi kayu (tapioka) sehingga mi yang dihasilkan memiliki struktur yang relatif lebih kuat dan tidak mudah patah. Bahan pembantu lain yang ditambahkan yaitu CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dan garam sehingga mi menjadi lebih elastis, kenyal dan dapat diterima dari segi rasa. Pembuatan mi basah dan kering dapat dilakukan baik dalam skala kecil (rumah tangga), menengah maupun besar (industri) serta memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Segi keamanan menjadi hal yang mutlak apabila mi ini akan dipasarkan secara komersial. Untuk itulah diperlukan kajian titik-titik kritis (critical control points) dalam pembuatan mi basah dari ubi jalar agar produk yang dihasilkan terjaga keamanannya untuk dikonsumsi masyarakat. Dari analisis yang dilakukan pada usaha mi basah skala UKM (Usaha Kecil Menengah) terdapat 3 (tiga) titik kritis yang perlu dikontrol (CCP) yaitu pada saat pencetakan, perendaman dan pengemasan. Sedangkan tahapan yang termasuk titik yang perlu dikontrol (CP) ada 4 (empat) tahap yaitu tahap pembentukan biang, pencampuran dan pengadukan adonan mi, pemasakan dan penirisan.

Keywords: mi basah, ubi jalar, ubi kayu, CCP, CP

ABSTRACT
DETERMINATION OF CRITICAL CONTROL POINTS (CCP) AND CONTROL POINTS (CP) ON WET NOODLE MAKING ORIGINATED FROM SWEET POTATO FLOUR SUBSTITUTED WITH CASSAVA STARCH

Wheat flour is a main foodstuff in food processing need strength of texture and elasticity for such products like noodle, bread, and other products for developing good structure. Wheat flour has gluten protein lead to good structure and has no doubt on their products elasticity. But the problem is that until current day, wheat flour must be imported from foreign country (US) thus the price always getting increase because of following dollars value. In Indonesia, of one locally food resources was tuber crops, two of them are sweet potato and cassava. Sweet potato processed into flour can become raw material for noodle making; dry and wet noodle. Cassava starch was used for substituting the dough thus noodle as final product has relatively strength structure and not easy to break.Two other additives were CMC (Carboxy methyl cellulose) and salt to bring noodle become more elastic and accepted for its taste. Dry and wet noodle can be produced in small scale entrepreneurship, middle scale entrepreneurship and big scale entrepreneurship (industry) and has bright prospect to be developed in the future. Safety side become most important thing if the noodle will be marketed commercially. So, it is a need to study critical control points (CCP) aspects on noodle making to guarantee its product quality to be accepted by consumers. Analysis applied to wet noodle making on small scale entrepreneurship (UKM) has founded 3 (three) critical control points i.e. on noodle printing, deeping and packaging; meanwhile there has been 4 (four) control points in wet noodle making i.e. gelatinization, dough mixing, cooking and drying the noodle strands after cooking.

Keywords : Wet noodle, sweet potato, cassava, CCP, CP

Seminar Inovasi Teknolgi Pascapanen II

STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Teknologi Pascapanen dan Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Dalam Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Susu Sapi Segar

Abubakar dan Wisnu Broto

Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor

Email: abu.028@gmail.com

ABSTRAK

Susu merupakan salah satu bahan makanan yang kaya akan protein dan sangat dibutuh kan terutama oleh balita. Booming permintaan susu dalam negeri terjadi, akibat peningkatan harga susu dunia yang mencapai US $ 4000 per ton. Hal ini dipicu oleh kebijakan Uni Eropa dan beberapa negara penghasil susu yang mengurangi subsidi bagi usaha peternakan sapi perah, sehingga tidak ada insentif bagi peternak negara asing untuk mengembangkan usahanya. Kondisi ini menguntungkan bagi peternak sapi perah Indonesia karena akan terjadi peluang untuk meningkatkan posisi tawar kepada buyer susu dan industri pengolahan susu.
Usaha peningkatan produksi susu sapi dalam negeri terus dilakukan dan selalu diikuti dengan penerapan teknologi pascapanen tepat guna, hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah susu, maupun dalam rangka meningkatkan pertumbuhan agroindustri persusuan di daerah pedesaan. Sampai saat ini produksi hasil ternak terutama susu dirasakan pemanfaatannya belum optimal oleh karena sifatnya mudah rusak, sehingga masih terdapat susu sapi yang dibuang, beragamnya mutu produk, keamanannya belum terjamin (TPC masih tinggi), belum diterapkannya HACCP, kurang berdaya gunanya cara-cara penanganan dan pengolahan, serta lemahnya sistem pemasaran. Untuk itu diperlukan strategi, kebijakan dan program teknologi pascapanen dan penerapan HACCP dalam peningkatan mutu dan keamanan pangan susu sejak ditingkat produsen, perantara/pengumpul, koperasi, IPS selanjutnya sampai konsumen secara terarah dan berkesinambungan.

Kata kunci: Mutu susu sapi, HACCP, Strategi Kebijakan dan Program