Kamis, 30 April 2009

STANDARDISASI RUMAH POTONG AYAM (RPA) “TRADISIONAL”
DAN PENERAPAN HACCP DALAM PROSES PEMOTONGAN AYAM
DI INDONESIA

Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor
Email: abu.028@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia tahun 2010 mencanangkan swasembada daging, dimana saat ini konsumsi daging nasional didominasi oleh karkas/daging ayam. Untuk itu saat ini telah diambil langkah-langkah positif diantaranya pengadaan bibit ternak unggul, tersedianya pakan yang bermutu, dan manajemen yang handal serta perlu diadakan revitalisasi dan penataan RPA yang standar. Peningkatan produksi karkas ayam dalam rangka swasembada daging harus diikuti dengan peningkatan mutu dan keamanan pangan serta menjamin kehalalannya. Standardisasi RPA sangat penting dalam menghasilkan karkas ayam yang aman dan bermutu. Untuk menjamin mutu, dan kehalalan karkas ayam tidak cukup dengan penerapan sistem jaminan halal yang ada di RPA. Jaminan kehalalan produk yang dihasillan RPA diwujudkan dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk daging ayam tersebut dengan pencantuman logo ”halal” pada kemasannya setelah memperoleh izin dari LPPOM-MUI.. Untuk itu telah disurvai beberapa RPA di Jabotabek untuk mengtahui kondisi standar RPA dan penerapan prinsip-prinsip HACCP dalam proses pemotongan ayam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, RPA atau TPA belum sesuai standar SNI, pemotongan ayam dilakukan secara tradisional dengan teknik dan peralatan yang sederhana dan hieginitasnya kurang terjamin dan belum menerapkan prinsip-prinsip HACCP. Untuk meningkatkan mutu dan keamanan karkas ayam selama pemotongan sampai dipasar, maka RPA / TPA harus sesuai dengan SNI 01-6160-1999 dan pelaku RPA perlu memahami teknologi pemotongan dan penanganan daging ayam yang halal serta dapat menerapkan prinsip-prinsip HACCP dalam proses pemotongannya.


Kata kunci : Pemotongan ayam , RPA tradisional, standardisasi


STANDARDIZATION SLAUGHTERING HOUSE CHICKEN (RPA)
" TRADITIONAL" AND IMPLEMENTATION OF HACCP IN SLAUGHTERING PROCESS OF CHICKEN IN INDONESIA

Indonesia has launched self sufficiency programe for meat in 2010 as mostly national meat consumption has been dominated by chicken meat/ chicken carcass. Some positive actions have been taken namely supplying pre-eminent livestock seeds, good quality feeds, practicing appropriate management, and revitalization standardized RPA. Production improvement of chicken carcass in line with meat self-sufficiency has to be followed by quality improvement and food safety as well as to guarantee its halal status. Standardization of RPA is prerequisite for production of safe and good quality of chicken carcass. Quality and halal assurance of chicken carcass is not only by applying halal assurance system in RPA, but also by producing halal certificate for meats and applying logo sticker halal at its packaging appointed by LPPOM-MUI. Regarding this matter, a survey to same RPA in Jabotabek area has been carried out, to find out the standard condition of RPA and implementation of HACCP at slaughtering of chicken. In order to improve quality and food safety of chicken carcass during slaughtering until ready to the market, the RPA has to implement SNI 01-6160-1999. Further more the manager of RPA has to understand the halal procedure of slaughtering and post-mortem handling of chicken, as well as implementing HACCP principles at slaughtering practices.




Keyword : Chicken slaughtering , traditional RPA, standardization.
KINERJA SISTEM KEAMANAN, KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEMOTONGAN, DAN PENANGANAN KARKAS AYAM DI RPA TRADISIONAL, KAITANNYA DENGAN PENERAPAN SISTEM
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

Abubakar 1) dan DC. Budinuryanto 2)

1). Laboratorium Balitpasca Pertanian, Bogor 16113
2). Fakultas Peternakan UNPAD, Bandung


ABSTRAK


Sistem keamanan pangan merupakan suatu rangkaian pembangunan yang terpadu dan terintegrasi dengan kebijakan global, regional maupun nasional. Tuntutan yang semakin meningkat akan sistem keamanan pangan yang baik bagi konsumen mendorong untuk dikembangkannya suatu sistem kebijakan yang relevan dan dapat diterapkan oleh para pelaku pasar. Karkas ayam yang dihasilkan oleh Rumah Potong Ayam (RPA) tradisional dan selama proses pemotongan, penanganan, lingkungan yang tidak kondusif sangat memungkinkan pertumbuhan dan kontaminasi oleh bakteri patogen, merupakan produk yang berpeluang sebagai perantara dalam menyebarkan penyakit. Suatu penelitian telah dilakukan di beberapa RPA tradisional di DKI Jakarta, Bandung, Bekasi, Tangerang, Semarang, dan Surabaya, dengan metode survai terhadap kinerja sistem keamanan, karakteristik aktivitas pemotongan, penanganan karkas ayam, penampilan karkas, jumlah dan jenis bakteri, transportasi, legalitas, labelisasi, identifikasi hazard, identifikasi sumber kontaminasi, dan pemeriksaan mikrobiologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem keamanan pangan pada daging / karkas ayam yang dihasilkan RPA tradisional masih belum efektif dan aman terhadap kontaminasi mikroorganisme patogen bagi konsumen, kontaminasi bakteri sudah melebihi jumlah ambang batas maksimal, bakteri Coliform merupakan mikroorganisme utama sebagai kontaminan, pencemaran utama berasal dari ternak, air, udara dan tanah. Penerapan HACCP, sistem kesehatan hewan nasional dan undang-undang pangan belum dapat dilakukan secara baik.


Kata kunci : Kinerja keamanan, penanganan karkas ayam, penerapan HACCP



The ability of safety system, cutting activity characteristic and carcass chicken handling at RPA traditional, connecting with application of
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

ABSTRACT


Food safety system is a development unity and integrated with global, regional and also national wise. Increasing claim to the good food safety system for consumer push for developing a relevan wise system and can implied by the carcass chicken. Which resulted of RPA traditional and as cutting, handling process uncondusive environment is probably growth and contaminate pathogen bacteria, is a product which have opportunity as intermediary for spread the disease. Research has done at some traditional RPA in DKI Jakarta, Bandung, Bekasi, Tangerang, Semarang and Surabaya with survey method to safety system process, characteristic cutting activity, carcass chicken handling, carcass appearance, count and bacteria strain, transportation, legality, labelitation, hazard identification, source contaminate identification and microbiology examination. Result of research indicate that food safety system at meat /carcass chicken which is resulted by RPA traditional still not effective and safe to contaminate pathogen microorganism for consumer, bacteria contaminate has been exceed count of threshold maximal limit, coliform bacteria is superior microorganism as contaminate, soiled from the animal, water, air and land. Application HACCP system, the national of animal health system and food safety rule has not done yet good.



Keyword: The ability safety, carcass handling, HACCP application
MUTU DAN KEAMANAN PANGAN DAGING AYAM
AKIBAT FLU BURUNG

Abubakar
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor
Email: abu.028@gmail.com

ABSTRAK


Sistem keamanan pangan merupakan suatu rangkaian pembangunan yang terpadu dan terintegrasi dengan kebijakan global, regional maupun nasional. Tuntutan yang semakin meningkat akan sistem keamanan pangan yang baik bagi konsumen mendorong untuk dikembangkannya suatu sistem kebijakan yang relevan dan dapat diterapkan oleh para pelaku pasar. Daging ayam yang dihasilkan oleh Rumah Potong Ayam dan selama proses pemotongan, penanganan, lingkungan yang tidak kondusif sangat memungkinkan pertumbuhan dan kontaminasi oleh bakteri dan penularan virus, merupakan produk yang berpeluang sebagai perantara dalam menyebarkan penyakit. Avian influenza (AI) alias flu burung yang pernah melanda China, Hongkong, Belanda dan Jerman membikin heboh perunggasan di berbagai belahan dunia dan bersifat zoonosis (menular ke manusia). Avian influenza merupakan suatu penyakit viral pada unggas, yang tersirat oleh adanya gangguan pernafasan, depresi dan penurunan konsumsi pakan dan minum, penurunan produksi dan penurunan daya tetas pada ayam bibit. Penularan AI dapat terjadi melalui kontak langsung antara ayam yang sakit dengan ayam yang peka atau sekresi dari saluran pernafasan, konjungtiva dan feses dari ayam yang terserang. Penularan dapat juga terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui udara yang tercemar virus, makanan/minuman, perlengkapan kandang, pakaian, kendaraan, peti telur, yang mengandung virus. Menurut hasil penelitian, daging dan telur ayam tetap aman dikonsumsi asal dimasak masing-masing pada suhu 80oC selama satu menit untuk daging ayam dan suhu 64oC pada 4,5 menit untuk telur ayam. Dalam suhu seperti itu, virus H5N1yang menyebabkan flu burung tidak bisa bertahan. "Jadi tidak usah khawatir untuk makan daging dan telur ayam,"


Kata kunci: Daging ayam, Mutu keamanan, flu burung

Rabu, 15 April 2009

NASKAH ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET

ISBN: 978-979-3871-92-9
Orasi Pengukuhan Peneliti Utama Sebagai Profesor Riset Bidang Teknologi Pascapanen Pertanian

ABUBAKAR

PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN KARKAS AYAM MELALUI INOVASI TEKNOLOGI PASCAPANEN DALAM MENUNJANG PELUANG PASAR



BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
DEPARTEMEN PERTANIAN
BOGOR
2009

PRAKATA PENGUKUHAN
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji Syukur ke Hadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Hidayah-Nya, hari ini kita dapat berkumpul ditempat yang mulia ini dalam rangka prosesi Pengukuhan Profesor Riset, pada Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Salawat dan salam kita sampaikan bagi junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya dengan segala kerendahan hati menyampaikan orasi ilmiah dengan judul :

PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN KARKAS AYAM
MELALUI INOVASI TEKNOLOGI PASCAPANEN
DALAM MENUNJANG PELUANG PASAR

Orasi ini terdiri atas enam bab, yaitu :
I. Pendahuluan
II. Kondisi, Masalah dan Arah Pengembangan Mutu dan Keamanan Karkas Ayam
III. Peningkatan Mutu dan Keamanan Karkas Ayam Melalui Inovasi Teknologi Pascapanen
IV. Strategi, Kebijakan dan Program
V. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
VI. Penutup
I. PENDAHULUAN

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Seiring dengan peningkatan kesejahteraan, pendapatan, pendidikan dan ketaqwaan masyarakat, maka kebutuhan akan pangan yang berkualitas, bergizi, aman dan halal dikonsumsi akan terus menjadi tuntutan. Hal ini sejalan dengan deklarasi yang dihasilkan dalam FAO dan WHO, Conference on Nutrition tahun 1992, dalam American Meat Institut Foundation (1996) bahwa untuk mendapatkan pangan yang bergizi, bersih dan aman dikonsumsi adalah hak setiap orang. Pangan yang dimaksud dapat berupa hasil tanaman pangan dan atau hasil ternak.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan berupa hasil ternak, sampai saat ini sebagian besar dipenuhi oleh usaha peternakan rakyat. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang tepat guna pada setiap rantai praproduksi, produksi dan pascapanen.
Hingga saat ini peternakan rakyat belum memiliki akses yang baik terhadap tiga komponen bisnis yang sangat menentukan, yaitu sarana produksi, teknologi, dan informasi harga. Kondisi ini mendorong pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No.22 / 1990 yang bertujuan untuk memberdayakan peternakan rakyat sebagai pelaku utama budidaya dan sekaligus mewujudkan perunggasan yang tangguh memasuki era pasar global (Poultry Indonesia, 1995).
Dalam KEPRES tersebut dinyatakan bahwa perusahaan peternakan ayam yang melakukan kemitraan wajib memiliki sarana penanganan dan pemotongan ayam. Ayam pedaging yang dihasilkan harus memenuhi syarat kehalalan, kebersihan, dan kesehatan. Hal ini mungkin salah satu upaya untuk mencegah mewabahnya virus flu burung kedaerah lain sebagai akibat dari pengiriman ayam hidup antar daerah, antar kota yang kurang higienis.
Hingga saat ini sebagian besar peternakan rakyat (60-70%) menjual ayam broiler dalam bentuk hidup, dimana pedagang pengecer yang mengolah ayam tersebut menjadi karkas ayam siap dijual pada konsumen (Poultry Indonesia, 2005). Di dalam proses pengolahan ayam hidup menjadi karkas ayam segar, mulai penyembelihan, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pencucian, pengemasan, pendinginan dan pengangkutan terhadap karkas ayam belum dilakukan sesuai dengan norma dan kaidah-kaidah kesehatan, oleh karena itu mutu dan keamanan pangan karkas ayam menjadi rendah, bahkan tingkat kehalalannya masih diragukan sehingga harganya turun dan peluang pasarnya menjadi rendah (Abubakar, 2005).
Untuk meningkatkan mutu dan keamanan karkas ayam dapat diupayakan melalui penerapan inovasi teknologi pascapanen dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) mulai penyembelihan, hingga transportasi (Abubakar, 2003).
Teknologi Pascapanen merupakan cabang/ bagian dari ilmu produksi mulai dari pemanenan, penanganan hasil, pengolahan hingga transportasi, sedangkan HACCP adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan sistem pengendalian yang difokuskan pada pencegahan daripada pengujian produk akhir (American Meat Institut Foundation,1994).
Dalam hubungan inilah saya sebagai peneliti utama bidang kepakaran Teknologi Pascapanen Pertanian berorasi dengan tujuan untuk memberikan wawasan dan gagasan sebagai bukti pengabdian dan kontribusi ilmiah terhadap pembuat kebijakan pembangunan pertanian khususnya dalam peningkatan mutu dan keamanan karkas ayam.

II. KONDISI, MASALAH DAN ARAH PENGEMBANGAN
MUTU DAN KEAMANAN KARKAS AYAM

2.1. Kondisi
Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Keamanan karkas ayam adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah karkas ayam dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan mem bahayakan kesehatan manusia (American Meat Institut Foundation, 1994; American Meat Institut Foundation, 1996).
Tujuan peningkatan mutu karkas ayam adalah mempertahankan kesegaran dan keutuhan, serta mengurangi kerusakan melalui perlakuan dan teknologi yang bertitik tolak pada penyebab kerusakan.
Indikator mutu karkas ayam terkait dengan: a) mutu fisik, yaitu keutuhan fisik, warna, penampakan, kesegar an, keseragaman bentuk, b) mutu kimia, yaitu kandungan gizi, aroma, rasa, bebas cemaran logam berat, c) mutu biologi, yaitu bebas dari kontaminasi mikroba patogen yang membahayakan kesehatan (Abubakar et al., 1991b).
Kenyataan dilapangan, 100% RPA tradisional melakukan proses pemotongan ayam secara manual, tidak memiliki izin operasional, tidak sesuai dengan RUTR (Rencana Umum Tata Ruang), menimbulkan polusi, 83,33% aktivitas pemotongan tidak terkontrol dari aspek kesmavet, 83,33% tidak melakukan labelisasi, 83,33% tidak melakukan pengemasan karkas dan 83,33% tidak melakukan penyimpanan dingin (Abubakar dan Budinuryanto, 2003). Sebanyak 83,33% RPA tradisional tidak melakukan pengawasan terhadap kesehatan ayam hidup, 83,33% tidak melakukan pemeriksaan secara klinis dan 71,83% tidak melakukan pembuangan ayam mati dengan segera serta 74,5% kurang higinis pada tempat pemotongan (Abubakar dan Widaningrum, 2006; Abubakar, 2006). Sebagai akibat dari kondisi tersebut, di Bogor sering beredar ayam mati kemarin (tiren) rata-rata sekitar 270-500 ekor / bulan, saat permintaan meningkat (Bulan Ramadhan, dan menjelang Iedul Fitri).
Ayam tiren, merupakan ayam mati di kandang atau mati saat pengangkutan kemudian disembelih dan diperjual belikan. Ciri khas penampilannya adalah karkas memar, daging kuning-merah gelap, terdapat cairan warna gelap, hati coklat-hitam, banyak pembekuan darah pada usus, bau abnormal, konsistensi lemah, banyak kerusakan pada kulit dan daging, uji Postma positif, pH 5 - 7 dan jumlah bakteri 1,02x1010–1,14x1010 (Abubakar dan Wahyudi, 1994 ; Abubakar, 2007). Dari kondisi inilah menyebabkan mutu karkas ayam rendah, sehingga peluang pasar menjadi terbatas.

2.2. Masalah

Untuk menghasilkan karkas ayam Aman Sehat Utuh dan Halal (ASUH) adalah sebuah kewajiban moral serta hukum dari produsen. Untuk itu ayam yang akan disembelih harus sehat dan tidak mengandung penyakit yang mengakibatkan kelainan metabolisme.
Di Indonesia penyembelihan ayam masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan peralatan sederhana dan dilakukan secara manual sehingga menghasilkan 56,88% karkas bermutu rendah, serta sebagian karkas ayam belum sesuai dengan SNI, sehingga konsumen enggan membeli (Abubakar,1992; Abubakar, 2003; Abubakar, 2006).
Akibat dari 84,5% kondisi sanitasi RPA tradisional yang kurang memenuhi syarat, maka kandungan bakteri/gram daging melebihi batas ambang yang dipersyaratkan. Hal ini terlihat dari jumlah kuman/gram daging ayam yang diambil di beberapa RPA tradisional yaitu 4–29x108, sedangkan yang diizinkan dalam SNI sebesar 5x106. Adapun jenis bakteri utama yang terdeteksi E. coli, E. aglomerans, E. aerogenes, dan E. Marcescens (Abubakar et al., 1994; Abubakar dan Budinuryanto, 2003, Abubakar dan Triyantini, 2005). Rendahnya mutu pada karkas ayam dari hasil penyembelihan di RPA tradisional, akibat dari kontaminasi kimia, fisika dan mikrobiologis yang menyebabkan berdampak merugikan kesehatan pada manusia (Stevenson dan Bernard, 1995).
Kontaminasi kimia terjadi pada tahap produksi, hingga produk akhir yang berpengaruh terhadap konsumen berjangka panjang (kronis), misalnya bahan kimia utama yang dapat mencemari adalah deterjen, pestisida, herbisida, insektisida, nitrit, nitrat, migrasi komponen kemasan plastik, residu antibiotika, aditif kimia dan logam berat beracun (Tompkin, 1995; Pearson and Dutson, 1995). Berdasarkan penelitian, kontaminasi fisik, berasal dari tubuh ternak yang terbawa dari lokasi sebelumnya seperti: gelas, logam, batu, ranting, hama, pasir, yang berpengaruh terhadap mutu fisik. Kontaminasi biologis disebabkan oleh aktivitas mikro organisme yang berasal dari air dan tangan operator serta lingkungan sekitarnya seperti: bakteri, fungi, virus, parasit, protozoa, ganggang dan toksin, yang dapat merusak mutu karkas ayam (The National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods, 1992 ; Abubakar dan Widaningrum, 2006).

2.3. Arah dan Harapan ke depan

Peningkatan mutu pada karkas ayam harus menghasilkan karkas yang ASUH, yaitu Aman, Sehat, Utuh dan Halal. Karkas ayam aman yaitu tidak mengandung penyakit dan atau residu bahan kimia yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan manusia. Karkas ayam sehat yaitu mengandung zat yang berguna bagi tubuh, karkas ayam utuh yaitu tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian hewan lain dan karkas ayam halal yaitu disembelih sesuai dengan syariat Islam (Poultry Indonesia, 2008). Sehingga prinsip ASUH mampu mencegah dan melindungi produk dari pemalsuan serta ada jaminan mutu.
Jaminan mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh kepercayaan dan digunakan terus–menerus dalam jangka waktu yang lama dengan penuh keyakinan dan kepuasan (Juran, 1988). Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri) dan emphaty (keramah tamahan) (The National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods, 1992; Suratmono, 2005). Dengan adanya peningkatan mutu dan keamanan karkas ayam, diharapkan jangkauan pasarnya menjadi lebih luas dalam skala lebih besar.

III. PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN KARKAS AYAM MELALUI INOVASI TEKNOLOGI PASCAPANEN

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Karkas ayam mudah dan cepat rusak, karena mengandung air (65-70%), protein (19-22%), lemak (10-12%), dan mineral (1-2%), yang mudah bereaksi, terdegradasi, mendorong aktivitas enzim serta merupakan media yang baik untuk perkembangan mikroba (Zweigert, 1991). Tipe kerusakan produk tergantung pada komposisi, struktur, tipe mikroba dan kondisi penyimpanan produk (Winarno dan Surono, 2002). Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan, mutu dan keamanan karkas ayam adalah air, suhu, oksigen, zat gizi, organisme pembusuk dan adanya zat penghambat pertumbuhan. Oleh sebab itu telah dilakukan serangkaian kegiatan penelitian mengenai teknologi pascapanen mulai dari penyembelihan, pencabutan bulu, pengeluaran organ dalam, pencucian, pendinginan, pengemasan, penyimpanan hingga transportasi, untuk mengurangi tingkat kerusakan, mutu dan nilai ekonomi karkas ayam.

3.1. Penyembelihan dan Pencabutan Bulu

Sebagian besar penyembelihan ayam di RPA tradisional belum mendapat sentuhan inovasi teknologi yang memadai, sebanyak 74,5% RPA mengalami keterbatasan sarana dan tempat yang kurang memenuhi syarat, seperti tempat penyembelihan bersatu dengan tempat pencucian dan 83,33% kurang memperhatikan sanitasi pada alat-alat pemotongan dan penanganan karkas sehingga menghasilkan karkas ayam yang bermutu rendah (Abubakar et al., 1991a). Untuk menghasilkan karkas ayam bermutu, maka sebelum ayam disembelih harus diistirahatkan selama 12-24 jam. Hal ini untuk menghindari stres pada ayam (Soeparno, 1994). Kondisi stres pada ayam mengakibatkan adanya perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga pH daging turun menjadi 5-6 dan hal ini memberikan peluang bagi bakteri dan mikroorganisme lain tumbuh subur yang dapat merusak daging (Forrest et al., 1975).
Kerugian akibat kerusakan fisik pada karkas selama penyembelihan ayam mencapai 10% (Abubakar dan Widaningrum, 2006). Kerugian terbesar pada karkas, sebagai akibat memar-memar pada paha dan dada yang terjadi 1-13 jam sebelum pemotongan (Abubakar dan Budinuryanto, 2003). Faktor-faktor yang menyebabkan memar-memar pada karkas ayam: terlalu padatnya tempat ayam, perlakuan kasar pada ayam saat pengangkutan/ pemotongan, iritasi dan cysts pada dada, faktor genetis, penyumbatan pembuluh darah, freezer burn, darkened bones dan black melanin (Ensminger, 1998).
Pada proses penyembelihan, pengeluaran darah harus cepat dan keluar sebanyak mungkin, oleh karena itu saat dan setelah penyembelihan ayam harus digantung, sebab disamping arteri dan vena yang terpotong merupakan pintu saluran kontaminasi bakteri untuk masuk dalam tubuh ayam dan lagi pula darah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Abubakar et al., 2000 ; Syamsul, 2007).
Teknik penyembelihan ayam yang baik yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis dan oesofagus sehingga darah keluar secara keseluruhan (sekitar 3-4% dari bobot ternak) dan berlangsung sekitar 60-120 detik (tergantung besar kecilnya ternak) yang berdampak terhadap kebersihan dan kesehatan karkas ayam (Soeparno, 1994; Abubakar et al., 2000; Soekarto, 2007). Teknik penyembelihan ayam yang dimasukkan kedalam corong dan pencabutan bulu dengan tangan, menghasilkan karkas terbaik (mutu I) dengan persentase tertinggi (66,7%), disusul oleh perlakuan pemotongan digantung dan pencabutan bulu dengan tangan (57,6%). Karkas mutu I yang diperoleh dari pemotongan menggunakan corong tidak banyak mengalami benturan, sehingga mengurangi terjadinya memar dan ayam terlihat utuh serta bersih dan berakibat mempunyai peluang pasar yang baik (Triyantini et al., 2000).
Teknik pencabutan bulu merupakan tahapan untuk mendapatkan karkas yang bersih dari kotoran dan bulu. Dengan teknologi perendaman dalam air panas pada temperatur 50-54oC selama 30-45 detik, untuk ayam muda, temperatur 55-58oC selama 45-90 detik, untuk ayam tua, menyebabkan mudahnya pencabutan bulu, kulit bersih dan cerah, serta tidak mudah terkontaminasi bakteri (Abubakar dan Budinuryanto, 2003).

3.2. Pengeluaran Organ dalam dan Pencucian

Organ dalam ayam (Viscera) merupakan tempat kotoran, sehingga harus dikeluarkan sesempurna mungkin. Proses pengeluaran organ dalam dimulai dari pengambilan tembolok, trakhea, hati, empedu, empedal, jantung, paru-paru, ginjal, usus dan ovarium/ testes. Setelah pengeluaran organ dalam, dilakukan pencucian karkas dengan menggunakan air suhu 5-10oC dengan kadar klorin 0,5-1 ppm, hal ini untuk menghindari dan menekan pertumbuhan bakteri, sehingga mutu dan keamanan karkas ayam tetap terjaga (Abubakar, 2003).

3.3. Pengemasan dan Pendinginan

Karkas ayam mudah terkontaminasi mikroorganisme dari tempat penyembelihan, alat-alat, dan dari pekerja, sehingga karkas cepat rusak, serta menurunkan mutu. Oleh karena itu untuk menghindari masuknya mikroorganisme pada karkas ayam perlu dilakukan pengemasan dan pendinginan. Fungsi utama pengemasan adalah untuk melindungi karkas terhadap kerusakan yang terlalu cepat, baik kerusakan fisik, perubahan kimiawi, maupun kontaminasi mikroorganisme serta untuk menampilkan produk dengan cara yang menarik (Cunningham and Cox, 1987; Wiradarya, 2005).
Untuk mencegah perkembangan bakteri, maka pada pengemasan karkas ayam, suhu karkas ayam sebelum dikemas maksimal 7 - 10oC, dengan bahan pengemas plastik yang tidak toksik, tidak bereaksi dengan produk serta mampu mencegah terjadinya kontaminasi pada produk (Abubakar et al., 1995; Abubakar dan Budinuryanto, 2003). Teknik pendinginan karkas ayam yang baik menggunakan air pada temperatur maksimal 4 - 5oC dengan total es yang dibutuhkan sekitar 1,5 – 2,0 kg/ekor ayam, dengan waktu pendinginan yang dibutuhkan 15-20 menit dan dalam waktu tidak lebih dari 8 jam setelah penyembelihan sehingga kondisi fisik, kimia dan mikrobiologi karkas ayam tetap baik (Forrest et al., 1975; Abubakar et al., 1995; Abubakar dan Triyantini, 2005).

3.4. Penyimpanan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu karkas saat penyimpanan adalah temperatur, tingkat kebersihan karkas sebelum disimpan, tempat penyimpanan, cara pemotongan / penanganan, dan bahan pengemas (Abubakar et al.,1994 dan Abubakar et al.,1995). Supaya karkas ayam tidak mudah rusak, rasa dan nilai gizinya dapat dipertahankan, teknik penyimpanan bertujuan melindungi konsumen dari berbagai reaksi senyawa yang dikandung karkas ayam, akibat kontaminasi mikroba patogen yang dapat meracuni konsumen (Abubakar et al., 2003).
Teknik penyimpanan karkas ayam yang baik yaitu menggunakan suhu ruangan (-4)oC sampai 0oC, karena dengan teknik ini dapat mempertahankan dan melindungi karkas dari berbagai kontaminan berbahaya, mutu fisik dapat dipertahankan, mutu gizinya tetap baik dan dapat menekan pertumbuhan bakteri sehingga dapat mem perpanjang daya simpan 1 - 3 bulan, sedangkan pada suhu 5-10oC, masa simpannya 7-10 hari (Abubakar et al., 1995) dan pada suhu (-10) - (-18)oC, masa simpannya 3-6 bulan (Forrest et al., 1975; International Commission on Microbiological Specification for Foods, 1988; Abubakar et al., 1995). Penyimpanan karkas dingin sebaiknya dibatasi dalam waktu yang relatif singkat, karena adanya perubahan-perubahan kerusakan yang meningkat sesuai dengan lama waktu penyimpanan.

3.5. Transportasi

Pada umumnya lokasi produksi karkas ayam jauh dari konsumen, dengan jarak tertentu. Jarak dan waktu tempuh akan memberikan konsekuensi terhadap perubahan sifat fisik, kimia dan mikrobiologis sebagai satu indikator mutu dan keamanan pangan karkas ayam. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu dan keamanan karkas selama transportasi adalah: kondisi karkas, alat transportasi, waktu tempuh, dan suhu ruangan/ lingkungan. Dalam pengangkutan karkas ayam, kondisi karkas harus ASUH, alat transportasi yang digunakan harus tertutup (berupa boks) dan temperatur ruangan harus (– 4o ) - 0 oC, yang memungkinkan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme selama transportasi (International Commission on Microbiological Specification for Foods,1988). Waktu tempuh transportasi yang singkat, tempat tertutup pada suhu ruang tersebut dapat mempertahankan mutu dan keamanan karkas ayam.
Berdasarkan kondisi, masalah dan arah pengembangan kedepan serta penguasaan inovasi teknologi pascapanen yang telah dimiliki, maka diperlukan suatu strategi, kebijakan dan program dalam meningkatkan mutu dan keamanan karkas ayam ASUH yang sesuai SNI.

IV. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

4.1. Strategi
Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Untuk dapat memproduksi karkas ayam bermutu dan aman bagi kesehatan, diperlukan adanya penerapan inovasi teknologi pascapanen dan sistem jaminan mutu. Hal ini dapat ditempuh melalui penerapan secara meluas sistem produksi karkas ayam yang baik (GMP) dan HACCP melalui :

a. Sosialisasi dan advokasi
Pemahaman masyarakat terhadap inovasi teknologi pascapanen dan HACCP masih terbatas dan beragam, oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi dan advokasi pada pelaku yang terkait dengan kegiatan pascapanen baik ditingkat pusat maupun daerah melalui pelatihan, seminar, penyuluhan dan pertemuan-pertemuan.

b. Pemantauan dan Pengawasan

Inovasi teknologi pascapanen dan HACCP merupakan kebutuhan dan kepentingan konsumen / masyarakat umum, sehingga penerapannya harus dipantau dan diawasi oleh yang berwenang.



c. Perangkat pendukung

Tidak kurang dari 18 peraturan perundangan yang sudah tersedia, berkaitan dengan keamanan pangan dan kesehatan produk peternakan. Di samping itu perlu dibangun suatu Jejaring Keamanan Pangan Nasional, yaitu: (1) Jejaring Intelejen Pangan (Risk Assessment), (2) Jejaring Pengawasan Pangan (Risk Management), (3) Jejaring Promosi Keamanan Pangan (Risk Communication), sebagaimana diusulkan oleh Badan POM. Semua peraturan perundangan tersebut harus diterapkan secara efektif.

d. Standardisasi
Standar Internasional terhadap karkas ayam telah diatur oleh USDA tahun 1997, meliputi konformasi, keutuhan, kebersihan, warna, aroma, perlemakan di bawah kulit, dan jumlah bakteri pada karkas ayam dengan penggolongan mutu A, B dan C. Standar Nasional Indonesia telah mengadopsi Standar Internasional tersebut, dengan menetapkan penggolongan standar menjadi klas mutu I, II dan III (Badan Standarisasi Nasional, 2002). Standar tersebut harus diterapkan secara efektif agar produk karkas ayam yang dihasilkan RPA dapat diekspor dan mampu bersaing di pasar luar negeri.


4.2.Kebijakan dan Program
a. Peningkatan Keamanan dan Mutu Produk
Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Untuk meningkatkan keamanan dan mutu karkas ayam halal, maka perlu dilakukan (1) penerapan Inovasi teknologi pascapanen sejak penyembelihan ayam hingga trasportasi karkas ayam dan penerapan HACCP, (2) penataan RPA yang sesuai RUTR, (3) tersedianya infrastruktur, (4) pengadaan sarana / peralatan RPA yang memadai serta (5) proses penyembelihan yang halal.

b. Pembinaan Pelaku dari Aspek Pascapanen
Beberapa program yang diusulkan kepada pemerintah dalam pembinaan pelaku ditinjau dari aspek pascapanen: (1) pendidikan, penelitian dan pengembang an dan pembinaan IPTEK teknologi pascapanen, (2) melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan produk ternak, (3) menjaga aksesbilitas masyarakat yang berkelanjutan terhadap produk ternak, (4) membentuk sistem pengaturan distribusi produk ternak yang efisien, (5) menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) melaksanakan penyuluh an keamanan produk ternak, (7) menjalin kerja sama internasional di bidang: penelitian dan pengembangan teknologi pasca panen, perdagangan, teknologi distribusi, teknologi pengelolaan cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah produk ternak.
c. Penelitian dan Pengembangan
Permasalahan pascapanen hasil pertanian, khususnya produk ternak sangat komplek, baik dari segi mutu, keamanan pangan, kehalalan serta aspek lainnya sehingga diperlukan penelitian dan pengembangan secara terus menerus. Aspek penelitian dan pengembangan hendaknya dilakukan terhadap proses teknologi pascapanen (penanganan, pengolahan, pengemasan, pendinginan hingga pemasaran) serta penerapan HACCP.
Beberapa peran pemerintah dalam pengembangan HACCP, adalah (1) aktif dalam pengembangan prinsip-prinsip HACCP baik nasional maupun internasional, (2) mendorong penerapan HACCP pada pelaku produsen pangan, (3) mendorong tumbuhnya kelembagaan pengawasan dan sertifikasi yang kredibel dan terakreditasi, (4) verifikasi HACCP pada industri pangan bila di perlukan, (5) melakukan program Risk Analysis, (6) melakukan penelitian dan pengembangan tentang prinsip-prinsip HACCP, (7) harmonisasi sistem HACCP di Indonesia dengan negara-negara mitrabisnis.

d. Diseminasi dan Promosi
Inovasi Teknologi pascapanen dan penerapan HACCP pada produksi karkas ayam yang didukung peraturan perundangan belum sepenuhnya efektif dan dimanfaatkan oleh pengguna, sehingga perlu didiseminasikan melalui media dan cara. Dalam hal ini BPTP punya peran strategis dalam mendiseminasikan hasil-hasil penelitian dari Balai Besar Litbang Pasca panen Pertanian.

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Beberapa kesimpulan dan implikasinya terhadap pengembangan dan penerapan Inovasi Teknologi Pascapanen dan HACCP dalam peningkatan mutu dan keamanan karkas ayam adalah sebagai berikut:

1. Sebagian besar karkas ayam berasal dari peternakan rakyat, dimana proses penyembelihan ayam masih dilakukan secara tradisional sehingga menghasilkan karkas yang mutunya rendah, dan banyak dijumpai karkas ayam yang belum sesuai dengan SNI.

2. RPA tradisional tidak memiliki izin operasional, tidak sesuai dengan RUTR, menimbulkan polusi, aktivitas pemotongan tidak terkontrol dari aspek kesmavet, tidak melakukan labelisasi, karkas tidak dikemas, dan sebagian besar tidak melakukan penyimpanan dingin.

3. Akibat kondisi sanitasi RPA yang kurang memenuhi syarat, kandungan bakteri/gram daging melebihi batas ambang yang dipersyaratkan. Rendahnya mutu pada karkas ayam akibat dari kontaminasi kimia, fisika dan mikrobiologis yang menyebabkan berdampak merugikan kesehatan pada manusia serta peluang pasarnya rendah.

4. Peningkatan mutu pada karkas ayam harus menghasilkan karkas ASUH, yaitu Aman, Sehat, Utuh dan Halal.

5. Teknik penyembelihan ayam yang baik yaitu dimasukkan kedalam corong, memotong arteri karotis, vena jugularis dan oesofagus, pencabutan bulu dengan cara perendaman ayam terlebih dulu dalam air panas pada temperatur 50-54oC selama 30-45 detik, untuk ayam muda, temperatur 55-58oC selama 45-90 detik, untuk ayam tua.

Pencucian karkas ayam dengan menggunakan air suhu 5-10oC dengan kadar klorin 0,5-1 ppm.
Suhu karkas ayam sebelum dikemas maksimal 7 - 10oC, dengan bahan pengemas plastik yang tidak toksik, tidak bereaksi dengan produk serta mampu mencegah terjadinya kontaminasi pada produk.

Teknik pendinginan karkas ayam menggunakan air temperatur maksimal 4 - 5oC dengan waktu pendinginan yang dibutuhkan 15-20 menit dan dalam waktu tidak lebih dari 8 jam setelah penyembelihan.

Teknik penyimpanan karkas ayam menggunakan suhu ruangan (-4)oC sampai 0oC.

Dalam pengangkutan karkas ayam, kondisi karkas harus ASUH, alat transpotasi yang digunakan harus tertutup (berupa boks) dan temperatur ruangan harus (-4o ) - 0 oC.

Dalam pelaksanaan kebijakan dan program maka berimplikasi terhadap:

1. Harus kuatnya sistem pengendalian yang intensif sejak pra-produksi hingga pemasaran, melalui pengamatan(surveilance), pemantauan (monitoring) dan pemeriksaan (inspection) terhadap setiap mata rantai pengadaan karkas ayam.

2. Diperlukannya infrastruktur yang mantap, antara lain
melalui perbaikan perangkat keras (misal program renovasi RPA), akreditasi dan sertifikasi halal RPA sekaligus pemberian Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

3. Diperlukan penerapan perangkat pendukung berupa: SK Menteri Pertanian, tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil ikutannya, SK Dirjen Peternakan, tentang Petunjuk Teknis Pemberian NKV pada RPA dan tempat pemrosesan daging serta hasil ikutannya serta Pedoman Penyembelihan Ayam Halal pada RPA dan Tata cara Sertifikasinya.


VI. PENUTUP

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Sebelum menutup orasi ini ijinkan saya membacakan terjemahan Kitab Suci Al Qur’an, Surat Al Mujaadilah ayat 11, dan Al Maa-idah, ayat 3: Allah akan meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajad. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik dan yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala
Dari ayat tersebut, dapat kita pahami bahwa bahan pangan harus Aman Sehat Utuh dan Halal (ASUH). Untuk mencapai hal itu diperlukan ilmu dan teknologi yang telah dimiliki.
Saya percaya dan penuh harapan serta impian semoga materi orasi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam peningkatan mutu dan keamanan karkas ayam yang halal.






UCAPAN TERIMA KASIH
Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya muliakan,

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada mereka yang telah berjasa mengantar saya mencapai jenjang fungsional peneliti tertinggi bidang Teknologi Pascapanen Pertanian.

1. Allah SWT, yang telah memberi Taufik dan Hidayah Nya,
2. Ayahanda (Alm) H.Moh.Jatim dan Ibu (Alrmh) Hj.Siti Rumsyiah yang telah mendidik dengan sabar, mendoakan serta membimbing saya.
3. Isteri Rahmi Mulyati serta anak-anak, Sari Safitri, S.Kom, Moh.Nur Rizqi.SE. MMSi dan Silvia Rahmawati atas do’a serta setia mendampingi selama saya menekuni profesi sebagai peneliti.
4. Seluruh guru saya sejak SD, SMP, SMA hingga S2 yang telah mendidik, serta membimbing saya.
5. Prof.Dr Ir Subandryo. MSc, Prof.Dr Ir Irsal Las. MS, Prof.Dr Ir Made Oka Adnyana, MSc, Prof Dr Ika Mustika, MSc, sebagai tim evaluator dan penilai materi orasi yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat.
6. Prof. Ir. Uka Kusnadi. MS, Prof. Dr Soewarno T Sukarto, Dr.Ridwan Thahir, Dr.Risfaheri, Ir. BAS Susila Santosa,MS yang telah bersedia menjadi reviewer dan banyak memberikan saran dan masukan terhadap penyempurnaan makalah orasi.
7. Kepala Badan Litbang Pertanian, Kepala BB Litbang Pascapanen Pertanian, Kepala Puslitbang Peternakan, Kepala Balitnak Ciawi, beserta teman-teman peneliti dan teknisi yang telah membantu dan memberikan kepercayaan, bimbingan serta fasilitas selama melakukan kegiatan penelitian.
8. Menteri Pertanian, Kepala LIPI dan para anggota TP2I Deptan dan TPPP Nasional atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk mengemban tugas sebagai Peneliti Utama.
9. Panitia penyelenggara pengukuhan Profesor Riset dan seluruh undangan, saya sampaikan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan sehingga acara ini dapat berjalan dengan lancar. Akhirnya saya mohon maaf atas segala kesalahan dan kehilafan, barangkali dalam penyajian orasi ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang melimpahkan Rakhmat, Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Billahittaufiq Wal Hidayah, Wassalamu’alaikum Wr Wb.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, C.H. Sirait, dan N. Cahyadi. 1991a. Kondisi rumah potong ayam di P.Jawa. Pros Sem Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Purwokerto, 4 Mei. Fapet Universitas Jenderal Soedirman. : 27-30.
Abubakar, Triyantini dan H. Setiyanto. 1991b. Kualitas fisik karkas ayam broiler (Studi kasus di empat ibukota Propinsi P. Jawa). Pros Sem Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Purwokerto, 4 Mei. Fapet Universitas Jenderal Soedirman. : 21-22.
Abubakar, 1992. Grading karkas ayam broiler. Pros Sem Nas ISPI Cabang Bogor. Bogor, 26-27 Januari. Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan Indonesia (ISPI) Cabang Bogor. :158 –160.
Abubakar, C.H. Sirait, Triyantini, H. Setiyanto dan T. Murdiati. 1992. Penelitian Residu Pestisida Antibiotika dan Standarisasi Kualitas Karkas Broiler untuk Ekspor : Laporan Penelitian. Puslitbang Peternakan.
Abubakar, C.H. Sirait, dan N. Cahyadi. 1994. Standarisasi karkas broiler (Studi kasus di Medan, Lampung dan Denpasar). Pros Sem Nas Peng olahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Peternakan. Semarang, 8-9 Februari. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Semarang. :20 -24.
Abubakar dan Wahyudi. 1994. Pengaruh pemotongan sebelum atau sesudah rigor mortis terhadap penampakan karkas broiler. Pros Sem Nas Sains dan Teknologi Peternakan. Bogor, 25-26 Januari Balai Penelitian Ternak. :135 -139.
Abubakar, Triyantini, dan H. Setiyanto. 1995. Pengaruh suhu dan jenis kemasan plastik terhadap mutu karkas ayam selama penyimpanan. Pros Sem Nas Pet dan Vet. Bogor, 7-8 Nopember. Puslitbang Peternakan. : 847- 853.
Abubakar, H. Setiyanto, Triyantini dan R. Sunarlim. 1998. Teknologi pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah hasil ternak dalam usaha merangsang pertumbuhan agroindustri. Pros Sem Nas Pet dan Vet. Bogor, 1-2 Desember. Puslitbang Peternakan. :170-176.
Abubakar, Triyantini, H. Setiyanto, Supriyati, Sugiarto dan M.Wahyudi. 2000. Survey Potensi Ketersediaan Bulu Ayam, Cara Pengolahan dan Pemotongan Ternak Ayam di RPA: Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak. :30-33.
Abubakar. 2003. Mutu karkas ayam hasil pemotongan tradisional dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22(1):22-25.
Abubakar dan D.C. Budinuryanto. 2003. Kinerja sistem keamanan, Karakteristik aktivitas pemotongan dan penanganan karkas ayam di RPA tradisional, kaitannya dengan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Pros Sem Nas Tek Pet dan Vet. Bogor, 29-30 September. Puslitbang Peternakan.: 481-488.
Abubakar dan Triyantini. 2005. Penerapan teknologi pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah hasil ternak mendukung pengembangan usaha ternak di lahan kering. Pros Sem Nas Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Yogyakarta, 2 Juni. Kerjasama Fapet UGM dan Puslitbang Peternakan. :248-250.
Abubakar. 2005. Keamanan pangan daging ayam akibat flu burung (Avian Influenza). Pros Sem Nas Teknologi Inovatif Pascapanen untuk pengembangan industri berbasis pertanian. Bogor, 7-8 September. BB Pascapanen Pertanian. :1218 -1228.
Abubakar dan Widaningrum. 2006. Penetapan CCP (Critical Control Point) proses pemotongan ayam di RPA tradisional untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan karkas ayam. Pros Sem Nas PATPI. Yogyakarta, 2-3 Agustus. Kerjasama PATPI dengan Jur. TPHP-UGM, Pusat Studi Pangan dan Gizi-UGM. : 97-110.
Abubakar. 2006. Mutu dan keamanan pangan produk dan olahan hasil ternak unggas. Pros Sem Nas PATPI. Yogyakarta, 2-3 Agustus. Kerjasama PATPI dengan Jur. TPHP-UGM, Pusat Studi Pangan dan Gizi-UGM. :159 -162.
Abubakar. 2007. Karakteristik fisik, kimiawi dan mikro biologis karkas ayam terindikasi dari ayam tiren. Pros Sem Nas PATPI. Bandung, 17-18 Juli. Kerjasama PATPI dengan Jur.TIP-UNPAD,TP Pasundan dan STIPER Jabar. : 87-88.
American Meat Institut Foundation.1994. HACCP: The Hazard Analysis Critical Control Point in the Meat and Poultry Product. HACCP Manual. Washington, DC.
American Meat Institut Foundation.1996. Generic HACCP Model for poultry slaughter. HACCP Manual. Washington, DC.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI)19-9001-2001. Sistem Manajemen Mutu Persyaratan. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Pedoman 1004-2002 Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Jakarta.
Cunningham, F.E and N.A. Cox. 1987. The Microbiology of Poultry Meat Product. Academic Press Inc, San Diego. New York.
Departemen Agama RI. 2001. Surat Keputusan Menteri Agama RI No 518 /2001 tentang Pedoman dan Tatacara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.http://www.depag.go.id/index/php., Diakses tanggal 20 Januari 2007
Departemen Kesehatan RI. 1985. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 180 /Menkes/Per/IV /1985 tentang Makanan Kedaluarsa.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 382 /Menkes/Per/VI/1989 tentang Pendaftaran Makanan.
Departemen Kesehatan RI. 1996. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 82 /Menkes/SK/I/1996 tentang Pencantuman tulisan ”Halal” pada label makanan.
Departemen Pertanian RI. 1985. Surat Keputusan Dirjen Peternakan No 254 /TN520/Kpts/DJP/Deptan/ 1995 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada Rumah Pemotongan Hewan /Unggas dan Tempat Pemrosesan Daging serta Hasil Ikutannya.
Departemen Pertanian RI. 1994. Surat Keputusan Menteri Pertanian No 306 /Kpts/TN330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya.
Departemen Pertanian RI. 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3924-1995) tentang Karkas Ayam Pedaging. Pusat Standardisasi Akreditasi. Jakarta.
Departemen Pertanian RI. 1996. Surat Keputusan Dirjen Peternakan. No 144 /TN330/Kpts/DJP/Deptan /1996. tentang Pedoman Pemberian Nomor Kontrol Veteriner (NKV) Usaha Pengimport, Pengumpul/ Penampung dan Pengedar Daging Serta hasil Olahannya.
Departemen Pertanian RI. 1997. Surat Keputusan Dirjen Peternakan No 28 / TN.120/Kpts/DJP/Deptan/ 1997 tentang Pedoman Pemberian / Pencantum an Label pada Kemasan Daging.
Departemen Pertanian RI. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI 02-6160-1999) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu. Pusat Standardisasi Akreditasi. Jakarta.
Departemen Pertanian RI. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-6366 -2000) tentang Daging, RPU, serta Laboratorium Penguji Mutu Produk Peternakan. Pusat Standardisasi Akreditasi. Jakarta.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 1997. Perjanjian WTO Tentang Sanitary and Sanitary dan Implikasinya terhadap Indonesia. Manual Kesmavet No. 47
Dirjen Peternakan, Deptan. 1983. Peraturan Pemerintah No. 22. Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Dirjen Peternakan, Deptan. 2000. Surat Keputusan Dirjen Produksi Peternakan No 89. Prosedur sertifikasi sistem Analysis Critical Control Point, Direktorat Kesmavet.http://www.deptan.go.id/produksi/veteriner., diakses tanggal 20 Januari 2007
Dirjen Peternakan Deptan. 2007. Pedoman penyembelih an ayam halal pada RPA dan tatacara sertifikasinya Direktorat Kesmavet. http://www. deptan.go. id/produksi/ veteriner., diakses tanggal 25 Januari 2007
Dirjen Peternakan, Deptan. 2007. Prosedur pemberian NKV (Nomor Kontrol Veteriner) pada RPA. Direktorat Kesmavet. http://www.deptan.go.id/ produksi /veteriner., diakses tanggal 25 Januari 2007
Ensminger, 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publisher Inc, Denvile.
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D. Judge, and R.A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W.H.Freeman and Co., San Fransisco.
International Commission on Microbiological Specification for Foods.1988. HACCP in Microbiological Safety and Quality. Blackwell Scientific Publications. New York. NY.
Juran, J.M. 1988. Quality Control Handbook. 4th ed. McGraw-Hill, New York, NY.
Poultry Indonesia.1995. Laporan Utama. Juli no. 197. Margie Group,Jakarta.
Poultry Indonesia. 2005. Laporan Utama. Oktober no.306. Margie Group, Jakarta.
Poultry Indonesia. 2008. Menciptakan Rumah Potong Unggas Hiegienis. Margie Group, Jakarta.
Pearson and Dutson. 1995. HACCP in Meat, Poultry and Fish Processing. Blakie Academic & Professional, Glasgow.
Syamsul. 2007. Komunikasi langsung tentang proses pemotongan ayam di RPA, kendala dan permasalahannya. RPA Cipaku, Bogor 18 Desember.
Soekarto, S.T. 2007. Komunikasi langsung tentang proses pemotongan ayam yang benar. Fateta IPB, 24 April.
Stevenson and Bernard. 1995. HACCP Establishing Hazard Analysis Critical Control Point Program, A Workshop Manual. The Food Processors Institute, Washington, DC.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. PO Box 14 Bulaksumur, Yogyakarta.
Suratmono, 2005. Keamanan pangan produk olahan berbasis produk ternak. Pros Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Bogor, 14 September. Puslitbang Peternakan. :44-46.
The National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods. 1992. Hazard Analysis and Critical Control Point System. Int’l J. Microbiol 16 (1) :1-23.
Triyantini, Abubakar, R. Sunarlim dan H. Setiyanto. 2000. Mutu karkas ayam hasil pemotongan berbeda. Pros Sem Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 September. Puslitbang Peternakan Bogor. : 391-395.
Tompkin, R.B. 1995. The Use of HACCP for Producing and Distibuting Processed Meat and Poultry Products. HACCP in Meat, Poultry and Seafoods. Chapman & Hall. In Advances in Meat Research 10 (1):101-102.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996. Tentang Pangan. Pemerintah Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1996. Tentang Perlindungan Konsumen. Pemerintah Republik Indonesia.
United States Department of Agriculture. 1997. Standar for Quality and Grades. Poultry Grading and Inspection Agricultural Marketing. Definition and Illustration of US.
Winarno, F.G dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Cetakan 2, M-BRIO PRESS. Bogor.
Wiradarya, T.R. 2005. Keamanan pangan produk peternakan ditinjau dari aspek pascapanen: permasalahan dan solusi. Pros Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Bogor, 14 September. Puslitbang Peternakan. : 29-33.
Zweigert, P. 1991. Meat Science and Technology. The Science of Meat and Meat Product. WH. Freeman Co, San Francisco.


EDITOR MAJALAH / PROSIDING
1. Penulis tetap dan pembantu khusus pada Dewan Redaksi majalah ”Poultry Indonesia”, 1985 – 2007.
2. Tim Penyunting Prosiding Seminar Nasional Peternak an dan Veteriner, Puslitbang Peternakan, Bogor 18 -19 November 1997.
3. Tim Penyunting Prosiding Seminar Nasional Peternak an dan Veteriner, Puslitbang Peternakan, Bogor 18-19 Oktober 1999.
4. Tim Penyunting Prosiding Seminar Nasional Peternak an dan Veteriner, Puslitbang Peternakan, Bogor 17-18 September 2001.
5. Tim Penyunting Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. BB Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor 6 Agustus 2004
6. Tim Penyunting Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. BB Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor 7-8 September 2005.
7. Anggota Dewan Redaksi Jurnal Pascapanen Pertanian. BB Litbang Pascapanen Pertanian, 2004 – sekarang.
8. Anggota Dewan Redaksi Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. BBP2TP-Badan Litbang Pertanian, 2005-sekarang.

KEGIATAN LAIN / ORGANISASI PROFESI
1. Anggota Ikatan Sarjana Peternakan (ISPI) 1982–sekarang.
2. Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI) 2002 – sekarang.
3. Anggota Tim Materi Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Th.1990 – 2001, Puslitbang Peternakan, Bogor.
4. Ketua Kelti Bioproses, BB Litbang Pascapanen selama satu tahun (2003).
5. Penanggung Jawab Program Penelitian Perbaikan Mutu dan Keamananan Pangan untuk 2005-2009.
6. Pada tahun 2002-2003 menjadi anggota P2JP (Panitia Penilai Jabatan Peneliti) lingkup Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, dan pada tahun 2004 - 2005 menjadi anggota P2JP Departemen Pertanian, dan Sejak 2006 hingga sekarang ditunjuk menjadi ketua Tim Penilai Peneliti Unit Kerja (TPPU) BB Litbang Pascapanen.
7. Anggota komisi pembimbing dan penguji S-1 pada: IPB Bogor, Universitas Djuanda Bogor, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, UNPAD Bandung, UIKA, Bogor.
8. Anggota Mirror Committe Codex (CCMH, CCMMP). BSN, 2004- sekarang.
9. Anggota Tim penyusun analisis SWOT Renstra BB Litbang Pascapanen Pertanian (2005-2009).
10. Anggota Tim Perumus Seminar Nasional Pascapanen Pertanian (2004, 2005).
11. Anggota Tim Penilai Tupoksi Peneliti – Badan Litbang Pertanian - Deptan (2004, 2005).
12. Anggota Tim Materi/perumus Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian, BB Pascapanen Pertanian (2005).
13. Ketua Tim Perumus- Raker BB Pascapanen Pertanian (2005, 2006, 2007)
14. Ketua Tim Penyusun Bahan Renstra BB Litbang Pascapanen 2005-2009 untuk Badan Litbang Pertanian.
15. Anggota tim Monev kegiatan penelitian BB Litbang Pascapanen (2003 hingga sekarang)
16. Tim Penyelia Prima Tani BB Litbang Pascapanen Pertanian (2006 hingga sekarang).
17. Anggota Tim Kelayakan Teknologi, BB Litbang Pascapanen Pertanian (2006-2008).
18. Anggota Tim Materi Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII. 22 Nopember 2007. Badan Litbang Pertanian.
19. Mulai Januari Th. 2008 sampai sekarang menjadi ketua Kelti Teknologi Penanganan Hasil Pertanian, BB Litbang Pascapanen Pertanian.







DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Abubakar lahir di Sampang, anak ke-4 dari pasangan (Alm) H.Moh. Jatim dan (Almh) Hj. Siti Rumsyiah. Menikah dengan Yetty Rahmi Mulyati dan di karuniai anak, Sari Safitri, S.Kom, Muhamad Nur Rizqi. SE, MMSI dan Silvia Rahmawati, AMd. Lulus SMAN 2, Cirebon. S1 Jurusan Teknologi Hasil Fak Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Gelar Magister Sains (MSc) Jurusan Teknologi Pascapanen Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, aktif menjadi asisten dosen Statistika Dasar dan Rancangan Percobaan selama 4 semester, aktif menjadi tim peneliti bersama dosen UGM, serta menjadi supervisor Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa (KKN) UGM dua tahun di kab. Sleman dan Bantul, DI Yogyakarta. Pada Bulan Agustus 1980 bekerja di LPP Bogor sebagai staf peneliti di Lab Teknologi Penanganan/ Pengolahan Hasil. Diangkat sebagai calon PNS tgl 1 Februari 1982 gol III/a, NIP. 080051887 dan mendapat pangkat tertinggi sebagai Pembina Utama Golongan IV/e pada tgl 1 Oktober 2005. Mendapat kursus Pengolahan Data Statistik di PusKom UGM Yogyakarta dua bulan th 1983, kursus Statistika Sidik Regresi Terapan di PusKom IPB satu bulan th 1984 dan Pelatihan Path Analysis Aplikasi Penelitian di PusKom UNPAD Bandung th 1993. Pada th 2005 dan 2006 mengikuti Pelatihan TAS (Tenaga Ahli Standardisasi) yang diadakan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Karier sebagai peneliti dimulai Agustus 1980 di LPP Bogor yang kemudian berubah menjadi Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor. Selama menjadi peneliti di Balitnak Ciawi Bogor, tahun 1990 menjadi ketua Program Penelitian Pascapanen selama dua periode. Dengan adanya restrukturisasi di Lingkup Badan Litbang Pertanian, Deptan th 2002 bertugas menjadi peneliti di Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, yang kemudian th 2003 menjadi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Jenjang fungsional pertama kali diperoleh pada tgl 1 Desember 1985 sebagai Ajun Peneliti Muda, Ajun Peneliti Madya th 1989, Peneliti Madya th 1993, Ahli Peneliti Muda th 1995, Ahli Peneliti Madya th 1998, dan Ahli Peneliti Utama tgl. 1 Mei 2001 dibidang Teknologi Pascapanen Pertanian. Sekitar lebih dari 100 karya tulis ilmiah yang ditulis sendiri maupun bersama peneliti lain telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah, bulletin maupun prosiding. Selain sebagai peneliti, sejak 1981 hingga sekarang tercatat sebagai dosen luar biasa S1 pada Universitas Ibn Khaldun Bogor untuk mata kuliah Matematika, Statistika, dan Metodologi Penelitian dengan jabatan fungsional Lektor Kepala (Kep. Mendiknas, RI. No.58340/A2. III.1/KP/2001, dosen luar biasa S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor untuk mata kuliah Teknologi Pascapanen Pertanian (1990-2000). Penghargaan ilmiah yang pernah diterima adalah karya Penelitian Terbaik ”Peringkat III” th 1999 dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.